Bali, 25-28 Desember 2012.
5 tahun setelah kunjungan wisata terakhir.
16 tahun setelah masa kuliah berakhir.
Berawal dari ajakan liburan keluarga beberapa bulan yang lalu, rasanya males banget ikutan. Pertanyaan yang sama selalu muncul: Apalagi sih yang belum gue liat di Bali selama gue tinggal empat tahun di sana? Belom bosen apa ya? Paling perginya ke Kuta lagi, Kuta lagi. Tanah Lot, Bedugul, Kintamani, Ubud .. lagi.
Dan liburan ke Bali, berarti buang uang .. banyak!
Gue bukan backpacker. Gue punya standar tinggi buat kenyamanan dan keleluasaan selama liburan. Dan untuk menikmati tempat wisata yang sekiranya sesuai dengan standar gue di Bali (dan di Indonesia pada umumnya) hampir sebagian besar harus dibayar mahal. Jadi buat gue yang ga mau jadi turis gembel, liburan begini bisa bikin pusing kepala before AND after the holiday.
Ditambah lagi kalo yang namanya jalan-jalan, mau ga mau, penting ga penting, harus belanja.
Betul begitu? Hmmm.
Airport
Selepas dari kenyamanan Bandara Soekarno-Hatta Terminal 3 yang sekarang jadi terminal udara favorit gue di Jakarta (biarpun kecil .. dan hanya buat budget airlines), penerbangan Jakarta-Denpasar siang hari berlangsung mulus, setelah sebelumnya terancam meledak karena ada penumpang yang membawa bola ke dalam kabin pesawat.
Heh. Gue ga ngerti kenapa bola itu bisa lolos pengawasan di bandara. Sempat terjadi perdebatan antara si pembawa bola dengan salah satu stewardess. Itu sih memang bola plastik untuk mainan anak-anak. Tapi bola ya bola, ada tekanan udaranya lho ya .. Stewardessnya bilang, "Maaf, Pak. Hanya mengikuti peraturan. Kalau meledak kan kasian .."
Kasian? Kasian?? Sederhana amat pemilihan katanya. Gue mah udah siap-siap mau turun pesawat kalo si bapak ga mau melepas bolanya itu keluar kabin. Aku masih mau hidup, maaaaan.
Kenapa juga mesti bawa bola jauh-jauh dari Jakarta, memangnya di Bali ga ada yang jualan bola?
Setelah diminta menghadap keputusan wasit .. eh .. pilot .. akhirnya kemelut bola di mulut gawang dimenangkan oleh maskapai. Dan tenanglah hati ini.
Selanjutnya karena angin AC di atas kepala ngegeber, gue jadi turis kesasar dalam kabin. Pake topi dan kacamata hitam, terus .. tidoooooor. I admit I just couldn't stand the art of doing nothing on a moving transport.
Sekitar setengah jam sebelum landing, gue terbangun dan melihat semua jendela di sebelah kiri tertutup. Silau? Kok gue ga merasa silau ya? Eheheh .. lupa .. kan pake kacamata hitam. Gue nengok ke jendela kanan gue .. hanya ada beberapa yang masih terbuka.
Dan inilah pemandangan yang tersaji ..
Tiba di Bandara Ngurah Rai yang ternyata lagi di renovasi .. haizzz .. semerawutnyaaa .. penuhnya .. panasnya ..
Mau cari tempat yang nyaman buat nunggu pesawat Andri dan Mat yang jadwal tibanya masih 1.5-2 jam lagi, ga adaaaa. Starbucks or Burger King udah tumpah ruah, turis pun banyak yang lesehan di koridor bandara .. Bau rokok dimana-mana .. hadoh.
Akhirnya gue memutuskan buat ke hotel dulu aja.
Taksi
Setelah gue tinggal sekian tahun lamanya, Bali masih belum berubah dalam hal armada transportasi umumnya. Di sepanjang koridor, setiap langkah gue diikuti oleh tawaran jasa taksi, baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Padahal gue udah pasang muka cuek bin bebek jutek berkacamata hitam.
Di beberapa titik, gue tantang para sopir taksi monopoli itu ..
"Taksi, miss?"
"Argo?"
"Ga ada argo. Mau kemana?"
"Sheraton Kuta. Berapa?"
"Tujuhpuluhlimaribu."
"...."
"Taksi, Bu?"
"Sheraton Kuta. Argo?"
"Ga bisa, Bu. Tujuhpuluhribu aja."
"...."
"Enampuluh."
"...."
"Limapuluh dah."
"...."
"Taksi, taksi?"
"Saya mau yang pake argometer."
"Di sini semuanya ga ada argo."
Eh, ada beberapa taksi Blue Bird Group nurunin penumpang. Langsung gue kasih sign buat stop ..
"Wah .. ga boleh naik taksi itu, Bu!! Itu cuma boleh turunkan penumpang!"
"Saya mau taksi yang itu. Di mana pool-nya?"
"Ga ada. Harus jalan ke depan. Jauh."
"Oke."
"Ya jalan aja dah sana."
KAMPRET!!!
(dan ribuan kelelawar di Goa Lawah Klungkung sana pun mungkin terbangun panik mendengar namanya dipanggil).
Beraninya gue balik ditantang. Geplak blak! Lo bisa menang lawan turis asing, tapi lo ga bakalan bisa menang lawan gue dengan koper gue yang seberat 18.5 kg, plus tas gantung gue yang seberat 3 kg.
Mantap separuh geram, gue seret koper nyebrangin parkiran dan jalanan bandara. Ga sampe 3 menit gue jalan, ada taksi Blue Bird berhenti di depan gue.
Nah. So that's how I did it.
Macet
Ditemani sopir taksi yang kelewat ramah, perjalanan dari bandara ke hotel yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu 10 menit berkembang menjadi 45 menit .. karena macet, Mak. Yaelah. Lepas dari mulut singa Jakarta, langsung masuk ke mulut buaya Kuta.
Trus karena macet, argometernya jadi berapa? Tigapuluhribu rupiah saja.
Hotel
Sheraton Bali Kuta Resort terletak pas di seberang Pantai Kuta. Lobi-nya berada di Lantai 4 dan mempunyai view outstanding ke pantai. Gue belom punya kesempatan melongok ke sana karena terburu-buru check-in dan melepas koper gue yang berat itu. Sempat ada miskomunikasi yang nyaris mengharuskan gue bayar deposit sebesar 3 juta rupiah untuk free night redemption (Ogah!!!).
Setelahnya gue turun ke kamar di Lantai 2. Hal pertama yang selalu gue lakukan setiap kali gue masuk ke dalam kamar hotel atau penginapan: Bathroom Inspection .. dan gue melongo melihat kamar mandinya yang punya dinding kaca berbatasan langsung dengan kamar tidur. Wooooooooaaahhh .. Maybe it's no surprise at all to find this kind of thing in Bali hotels, seperti gue pernah nemuin bath tub tergeletak di dalam kamar tidur di salah satu suite mewah di kawasan Ubud. Tapi tetep aja ya ..
Kafe Pantai
Rencana gue balik ke bandara buat gabung sama Andri, Mat dan rombongan gagal total karena kembali kejebak macet di sepanjang Kuta-Legian. Akhirnya janjian ketemuan langsung di Jimbaran Beach Cafe buat makan malam.
Kayaknya semua turis lokal (atau turis asing yang diantar guide lokal) ga akan melewatkan kesempatan makan di Jimbaran Beach/Bay. Seafood-nya nya sih enak dan segar. Tapi gue sendiri ga gitu tergila-gila makan ditemani taburan pasir pantai, apalagi gue pake sepatu, secara sandal gue masih dipak rapi dalam koper kabin yang dbawa Andri.
And to call those humble restaurants "Cafe" .. ehm. Over-rated.
Anyway, I was so happy to see my family. They looked happy too to finally have a vacation together in Bali lhooo.
Macet, Taksi, Hotel .. Lagi
Karena lokasi villa tempat rombongan menginap jauh di daerah Canggu, ditambah macetnya jalanan, kita bertiga harus cari taksi balik ke pusat keramaian Kuta. Susahnya ya, tolong! Gue bersyukur atas keputusan gue buat check-in hotel dulu tadi sore, jadi ga perlu bawa-bawa koper gede di pinggir jalan. Seburuk-buruknya kalo harus jalan kaki sambil gendong Mat .. hhhhh.
Ketemu Blue Bird Taksi, tapi sopirnya ga mau. Alasannya: Macet, Pak! Perasaan kalo di Jakarta, asalkan bukan karena banjir ato huru-hara ato major force, taksi biar macet mau aja narik penumpang.
Ketemu beberapa taksi non-Blue Bird, yang pastinya juga non-argo, pada ga mau berhenti biarpun lampu taksi di atasnya menyala. Ini jual mahal, ga butuh duit, ato gimana ya?
Ketemu satu taksi bobrok yang bagasinya mencicit serta bau rokok, borongan 40ribu. Ya sudah. Angkut! Sopirnya ga tau Sheraton Kuta di mana pula. Udah dibilang di Jalan Pantai Kuta, masih aja bingung. Udah dibilang, hotelnya pas di seberang pantai, deretan Beachwalk, gue tau jalan ke sana, ikutin aja terus .. masih ga yakin juga. Halah. Kalo yang diantar turis asing, ngkali bisa dibawa nyasar sampe balik ke negara asalnya.
Untungnya sopir taksi sopan dan ramah. Jadi gue juga ikutan easy lah. Lagi liburan hari pertama gitu lho.
Mat seneng banget begitu taksi masuk ke gerbang hotel. Di pintu masuk dia juga seneng pas dikasih kuntum bunga kamboja sama penyambut tamu. Dan begitu masuk ke kamar .. sama seperti gue, hal pertama yang dia bilang: "Ada bath tub! Yaaaaaaay!! Mama, Mat2 mau berendam!"
Dan begitu kran air bath tub dinyalakan .. banjir lokal terjadi di dalam kamar mandi sampai luber ke foyer. S.O.S! Mayday, mayday! Maintenance dan Housekeeping pun datang. Ternyata drainage seal bath tub yang bermasalah. Jadi acara rendaman terpaksa ditunda untuk sementara waktu ..
.. kita belanja aja dulu.
Keluar hotel cari mini market buat beli beberapa keperluan esensial, seperti susu kotak dan sereal buat Mat, cemilan dan minuman ringan buat Andri. Kuta was still very alive at this hour. Hard to recall Christmas Day was not over yet.
Balik ke kamar hotel, semua udah rapi kembali. Time for Mat to spend time as a merman in the tub. Mantabs!
Dia juga yang nemuin rollerblind yang ternyata dipasang buat nutupin dinding kaca kamar mandi. Wokeh. We did have some decency after all.
Day 1 - wrapped.
Dan liburan ke Bali, berarti buang uang .. banyak!
Gue bukan backpacker. Gue punya standar tinggi buat kenyamanan dan keleluasaan selama liburan. Dan untuk menikmati tempat wisata yang sekiranya sesuai dengan standar gue di Bali (dan di Indonesia pada umumnya) hampir sebagian besar harus dibayar mahal. Jadi buat gue yang ga mau jadi turis gembel, liburan begini bisa bikin pusing kepala before AND after the holiday.
Ditambah lagi kalo yang namanya jalan-jalan, mau ga mau, penting ga penting, harus belanja.
Betul begitu? Hmmm.
Airport
Selepas dari kenyamanan Bandara Soekarno-Hatta Terminal 3 yang sekarang jadi terminal udara favorit gue di Jakarta (biarpun kecil .. dan hanya buat budget airlines), penerbangan Jakarta-Denpasar siang hari berlangsung mulus, setelah sebelumnya terancam meledak karena ada penumpang yang membawa bola ke dalam kabin pesawat.
Heh. Gue ga ngerti kenapa bola itu bisa lolos pengawasan di bandara. Sempat terjadi perdebatan antara si pembawa bola dengan salah satu stewardess. Itu sih memang bola plastik untuk mainan anak-anak. Tapi bola ya bola, ada tekanan udaranya lho ya .. Stewardessnya bilang, "Maaf, Pak. Hanya mengikuti peraturan. Kalau meledak kan kasian .."
Kasian? Kasian?? Sederhana amat pemilihan katanya. Gue mah udah siap-siap mau turun pesawat kalo si bapak ga mau melepas bolanya itu keluar kabin. Aku masih mau hidup, maaaaan.
Kenapa juga mesti bawa bola jauh-jauh dari Jakarta, memangnya di Bali ga ada yang jualan bola?
Setelah diminta menghadap keputusan wasit .. eh .. pilot .. akhirnya kemelut bola di mulut gawang dimenangkan oleh maskapai. Dan tenanglah hati ini.
Selanjutnya karena angin AC di atas kepala ngegeber, gue jadi turis kesasar dalam kabin. Pake topi dan kacamata hitam, terus .. tidoooooor. I admit I just couldn't stand the art of doing nothing on a moving transport.
Sekitar setengah jam sebelum landing, gue terbangun dan melihat semua jendela di sebelah kiri tertutup. Silau? Kok gue ga merasa silau ya? Eheheh .. lupa .. kan pake kacamata hitam. Gue nengok ke jendela kanan gue .. hanya ada beberapa yang masih terbuka.
Dan inilah pemandangan yang tersaji ..
Tiba di Bandara Ngurah Rai yang ternyata lagi di renovasi .. haizzz .. semerawutnyaaa .. penuhnya .. panasnya ..
Mau cari tempat yang nyaman buat nunggu pesawat Andri dan Mat yang jadwal tibanya masih 1.5-2 jam lagi, ga adaaaa. Starbucks or Burger King udah tumpah ruah, turis pun banyak yang lesehan di koridor bandara .. Bau rokok dimana-mana .. hadoh.
Akhirnya gue memutuskan buat ke hotel dulu aja.
Taksi
Setelah gue tinggal sekian tahun lamanya, Bali masih belum berubah dalam hal armada transportasi umumnya. Di sepanjang koridor, setiap langkah gue diikuti oleh tawaran jasa taksi, baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Padahal gue udah pasang muka cuek bin bebek jutek berkacamata hitam.
Di beberapa titik, gue tantang para sopir taksi monopoli itu ..
"Taksi, miss?"
"Argo?"
"Ga ada argo. Mau kemana?"
"Sheraton Kuta. Berapa?"
"Tujuhpuluhlimaribu."
"...."
"Taksi, Bu?"
"Sheraton Kuta. Argo?"
"Ga bisa, Bu. Tujuhpuluhribu aja."
"...."
"Enampuluh."
"...."
"Limapuluh dah."
"...."
"Taksi, taksi?"
"Saya mau yang pake argometer."
"Di sini semuanya ga ada argo."
Eh, ada beberapa taksi Blue Bird Group nurunin penumpang. Langsung gue kasih sign buat stop ..
"Wah .. ga boleh naik taksi itu, Bu!! Itu cuma boleh turunkan penumpang!"
"Saya mau taksi yang itu. Di mana pool-nya?"
"Ga ada. Harus jalan ke depan. Jauh."
"Oke."
"Ya jalan aja dah sana."
KAMPRET!!!
(dan ribuan kelelawar di Goa Lawah Klungkung sana pun mungkin terbangun panik mendengar namanya dipanggil).
Beraninya gue balik ditantang. Geplak blak! Lo bisa menang lawan turis asing, tapi lo ga bakalan bisa menang lawan gue dengan koper gue yang seberat 18.5 kg, plus tas gantung gue yang seberat 3 kg.
Mantap separuh geram, gue seret koper nyebrangin parkiran dan jalanan bandara. Ga sampe 3 menit gue jalan, ada taksi Blue Bird berhenti di depan gue.
Nah. So that's how I did it.
Macet
Ditemani sopir taksi yang kelewat ramah, perjalanan dari bandara ke hotel yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu 10 menit berkembang menjadi 45 menit .. karena macet, Mak. Yaelah. Lepas dari mulut singa Jakarta, langsung masuk ke mulut buaya Kuta.
Trus karena macet, argometernya jadi berapa? Tigapuluhribu rupiah saja.
Hotel
Sheraton Bali Kuta Resort terletak pas di seberang Pantai Kuta. Lobi-nya berada di Lantai 4 dan mempunyai view outstanding ke pantai. Gue belom punya kesempatan melongok ke sana karena terburu-buru check-in dan melepas koper gue yang berat itu. Sempat ada miskomunikasi yang nyaris mengharuskan gue bayar deposit sebesar 3 juta rupiah untuk free night redemption (Ogah!!!).
Setelahnya gue turun ke kamar di Lantai 2. Hal pertama yang selalu gue lakukan setiap kali gue masuk ke dalam kamar hotel atau penginapan: Bathroom Inspection .. dan gue melongo melihat kamar mandinya yang punya dinding kaca berbatasan langsung dengan kamar tidur. Wooooooooaaahhh .. Maybe it's no surprise at all to find this kind of thing in Bali hotels, seperti gue pernah nemuin bath tub tergeletak di dalam kamar tidur di salah satu suite mewah di kawasan Ubud. Tapi tetep aja ya ..
Kafe Pantai
Rencana gue balik ke bandara buat gabung sama Andri, Mat dan rombongan gagal total karena kembali kejebak macet di sepanjang Kuta-Legian. Akhirnya janjian ketemuan langsung di Jimbaran Beach Cafe buat makan malam.
Kayaknya semua turis lokal (atau turis asing yang diantar guide lokal) ga akan melewatkan kesempatan makan di Jimbaran Beach/Bay. Seafood-nya nya sih enak dan segar. Tapi gue sendiri ga gitu tergila-gila makan ditemani taburan pasir pantai, apalagi gue pake sepatu, secara sandal gue masih dipak rapi dalam koper kabin yang dbawa Andri.
And to call those humble restaurants "Cafe" .. ehm. Over-rated.
Anyway, I was so happy to see my family. They looked happy too to finally have a vacation together in Bali lhooo.
Macet, Taksi, Hotel .. Lagi
Karena lokasi villa tempat rombongan menginap jauh di daerah Canggu, ditambah macetnya jalanan, kita bertiga harus cari taksi balik ke pusat keramaian Kuta. Susahnya ya, tolong! Gue bersyukur atas keputusan gue buat check-in hotel dulu tadi sore, jadi ga perlu bawa-bawa koper gede di pinggir jalan. Seburuk-buruknya kalo harus jalan kaki sambil gendong Mat .. hhhhh.
Ketemu Blue Bird Taksi, tapi sopirnya ga mau. Alasannya: Macet, Pak! Perasaan kalo di Jakarta, asalkan bukan karena banjir ato huru-hara ato major force, taksi biar macet mau aja narik penumpang.
Ketemu beberapa taksi non-Blue Bird, yang pastinya juga non-argo, pada ga mau berhenti biarpun lampu taksi di atasnya menyala. Ini jual mahal, ga butuh duit, ato gimana ya?
Ketemu satu taksi bobrok yang bagasinya mencicit serta bau rokok, borongan 40ribu. Ya sudah. Angkut! Sopirnya ga tau Sheraton Kuta di mana pula. Udah dibilang di Jalan Pantai Kuta, masih aja bingung. Udah dibilang, hotelnya pas di seberang pantai, deretan Beachwalk, gue tau jalan ke sana, ikutin aja terus .. masih ga yakin juga. Halah. Kalo yang diantar turis asing, ngkali bisa dibawa nyasar sampe balik ke negara asalnya.
Untungnya sopir taksi sopan dan ramah. Jadi gue juga ikutan easy lah. Lagi liburan hari pertama gitu lho.
Mat seneng banget begitu taksi masuk ke gerbang hotel. Di pintu masuk dia juga seneng pas dikasih kuntum bunga kamboja sama penyambut tamu. Dan begitu masuk ke kamar .. sama seperti gue, hal pertama yang dia bilang: "Ada bath tub! Yaaaaaaay!! Mama, Mat2 mau berendam!"
Dan begitu kran air bath tub dinyalakan .. banjir lokal terjadi di dalam kamar mandi sampai luber ke foyer. S.O.S! Mayday, mayday! Maintenance dan Housekeeping pun datang. Ternyata drainage seal bath tub yang bermasalah. Jadi acara rendaman terpaksa ditunda untuk sementara waktu ..
.. kita belanja aja dulu.
Keluar hotel cari mini market buat beli beberapa keperluan esensial, seperti susu kotak dan sereal buat Mat, cemilan dan minuman ringan buat Andri. Kuta was still very alive at this hour. Hard to recall Christmas Day was not over yet.
Balik ke kamar hotel, semua udah rapi kembali. Time for Mat to spend time as a merman in the tub. Mantabs!
Dia juga yang nemuin rollerblind yang ternyata dipasang buat nutupin dinding kaca kamar mandi. Wokeh. We did have some decency after all.
Day 1 - wrapped.